MAKALAH
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar
Manajemen
Disusun
oleh :
WASHID AQIEL MUNAWAR
10140057
Institut
Agama islam Negeri IAIN Sultan Maulana Hasanudin ‘SMH’ banten
Tahun Akademik 2014
KATA PENGANTAR
Puji
syukur ke hadirat Allah SWT. bahwa penulis telah menyelesaikan tugas mata
kuliah Pengantar Manjeman dengan membahas Manajemen Konflik dalam bentuk
makalah.
Dalam
penyusunan tugas makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun
penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat dorongan dan bimbingan orang tua, dan semua dosen ekonomi islam IAIN SMH
Banten yang telah memberikan infusan semangatnya kepada penulis sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi dan mampu menyelesaikan tugas
makalah ini dengan baik.
Sebagai
penulis, saya akui tidak terlepas dari kesalahan dan keterbatasan. Karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan penulisan
makalah selanjutnya.
Jika ada kritik
atau saran untuk makalah ini maka penulis akan meneriama nya dengan lapang
dada. Dan berusaha memeperbaikinya untuk kedepannya. Semoga dari kritik dan
saran yang diberiakan dapat membangun semangat penulis menjadi lebih baik lagi.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih dan semoga makalah ini dapat membantu kita
semua. Amin.
Serang, 7 Januari 2015
Penulis
|
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Terjadinya konflik dalam setiap organisasi
merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindarkan. Hal ini terjadi karena di
satu sisi orang-orang yang terlibat dalam organisasi mempunyai karakter,
tujuan, visi, maupun gaya yang berbeda beda. Di sisi lain adanya saling ketergantungan
antara satu dengan yang lain yang menjadi karakter setiap organisasi.
Tidak semua konflik merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan
dikendalikan dengan baik dapat menguntungkan organisasi sebagai suatu kesatuan.
Dalam menata konflik dalam organisasi diperlukan keterbukaan, kesabaran serta
kesadaran semua fihak yang terlibat maupun yang berkepentingan dengan
konflik yang terjadi dalam organisasi. Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk
perasaan diabaikan, disepelekan, tidak
dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan beban kerja.
Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi
seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan
produktivitas kerja organisasi secara tidak langsung dengan melakukan banyak
kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Dalam suatu organisasi, kecenderungan terjadinya konflik, dapat disebabkan oleh suatu perubahan secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan
teknologi baru, persaingan ketat, perbedaan kebudayaan dan sistem nilai, serta
berbagai macam kepribadian individu.
Rumusan Masalah
- Pengertian konflik
- Bentuk-bentuk konflik
- Macam-macam konflik
- Sumber konflik
- Manajemen konflik yang efektif
- Meminimalisir konflik dengan komunikasi efektif
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Konflik
Konflik
adalah pergesekan atau friksi yang terekspresikan di antara dua pihak atau lebih,
di mana masing-masing mempersepsi adanya interferensi dari pihak lain, yang dianggap
menghalangi jalan untuk mencapai sasaran. Konflik hanya terjadi bila
semua pihak yang terlibat, mencium adanya ketidak sepakatan.
Para
pakar ilmu perilaku organisasi, memang banyak yang memberikan definisi tentang
konflik. Robbins, salah seorang dari
mereka merumuskan Konflik sebagai : ”sebuah
proses dimana sebuah upaya sengaja dilakukan oleh seseorang
untuk menghalangi usaha yang dilakukan oleh orang lain dalam berbagai
bentuk hambatan (blocking) yang menjadikan orang lain tersebut merasa frustasi
dalam usahanya mancapai tujuan yang diinginkan atau merealisasi minatnya”.
Dengan demikian yang dimaksud dengan Konflik adalah proses pertikaian yang
terjadi sedangkan peristiwa yang berupa gejolak dan sejenisnya adalah salah
satu manifestasinya.
Dua orang
pakar penulis dari Amerika Serikat yaitu, Cathy
A Constantino, dan Chistina Sickles
Merchant mengatakan dengan kata-kata yang lebih sederhana, bahwa konflik
pada dasarnya adalah: “sebuah proses
mengekspresikan ketidak puasan, ketidak setujuan, atau harapan-harapan yang
tidak terealisasi”. Kedua penulis tersebut sepakat dengan Robbins bahwa konflik pada dasarnya
adalah sebuah proses. Konflik dapat diartikan sebagai ketidak setujuan
antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok-kelompok dalam organisasi
yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya yang langka secara
bersama-sama atau menjalankan kegiatan bersama-sama dan atau karena mereka
mempunyai status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang berbeda. Anggota-anggota
organisasi yang mengalami ketidak sepakatan tersebut biasanya mencoba
menjelaskan duduk persoalannya dari pandangan mereka.
Lebih
jauh Robbins menulis bahwa sebuah
konflik harus dianggap sebagai “ada” oleh pihak-pihak yang terlibat dalam
konflik. Dengan demikian apakah konflik itu ada atau tidak ada, adalah masalah
“persepsi” dan bila tidak ada seorangpun yang menyadari bahwa ada konflik,
maka dapat dianggap bahwa konflik tersebut memang tidak ada.
Tentu
saja ada konflik yang hanya dibayangkan ada sebagai sebuah persepsi ternyata
tidak riil. Sebaliknya dapat terjadi bahwa ada situasi-situasi yang sebenarnya dapat
dianggap sebagai “bernuansa konflik” ternyata tidak dianggap sebagai
konflik karena anggota-anggota kelompok tidak menganggapnya sebagai
konflik. Selanjutnya, setiap kita membahas konflik dalam organisasi kita,
konflik selalu diasosiasikan dengan antara lain, “oposisi” (lawan),
“kelangkaan”, dan “blokade”. Diasumsikan pula bahwa ada dua pihak atau lebih
yang tujuan atau kepentingannya tidak saling menunjang. Kita semua mengetahui
pula bahwa sumberdaya dana, daya reputasi, kekuasaan, dan lain-lain, dalam
kehidupan dan dalam organisasi tersedianya terbatas. Setiap orang, setiap
kelompok atau setiap unit dalam organisasi akan berusaha memperoleh
semberdaya tersebut secukupnya dan kelangkaan tersebut akan mendorong perilaku
yang bersifat menghalangi oleh setiap pihak yang punya kepentingan yang sama.
Pihak-pihak
tersebut kemudian bertindak sebagai oposisi terhadap satu samalain. Bila ini
terjadi, maka status dari situasi dapat disebut berada dalam kondisi ”konflik”.
B. Bentuk-bentuk
Konflik
Konflik
yang terjadi dalam masyarakat atau dalam sebuah organisasi terdapat beberapa
penyebaba di antaranya :
Perselisihan (Dispute):
bagi kebanyakan orang, kata konflik biasanya diasosiasikan dengan “dispute”
yaitu “perselisihan” tetapi, dalam konteks ilmu perilaku organisasi,
“perselisihan” sebenarnya sudah merupakan salah satu dari banyak
bentuk produk dari konflik. Dispute atau perselisihan adalah salah
satu produk konflik yang paling mudah terlihat dan dapat berbentuk protes
(grievances), tindakan indispliner, keluhan (complaints), unjuk rasa
ramai-ramai, tindakan pemaksaan (pemblokiran, penyanderaan, dsb), tuntutan
ataupun masih bersifat ancaman atau pemogokan baik antara pihak internal
organisasi ataupun dengan pihak luar adalah tanda-tanda konflik yang tidak
terselesaikan.
Kompetisi
(persaingan) yang tidak sehat. Persaingan sebenarnya tidak sama dengan konflik.
Persaingan seperti misalnya dalam pertandingan atletik mengikuti aturan main
yang jelas dan ketat. Semua pihak yang bersaing berusaha memperoleh apa yang
diinginkan tanpa di jegal oleh pihak lain.
Sabotase (penjegalan)
adalah salah satu bentuk produk konflik yang tidak dapat diduga sebelumnya.
Sabotase seringkali digunakan dalam permainan politik dalam internal organisasi
atau dengan pihak eksternal yang dapat menjebak pihak lain. Misalnya saja satu
pihak mengatakan tidak apa-apa, tidak mengeluh, tetapi tiba-tiba mengajukan tuntutan
ganti rugi miliaran rupiah melalui pengadilan.
Insfisiensi/produktivitas yang
rendah. Apa yang terjadi adalah salah satu pihak (biasanya pihak pekerja)
dengan sengaja melakukan tindakan-tindakan yang berakibat menurunkan
produktivitas dengan cara memperlambat kerja (slowdown), mengurangi output,
melambatkan pengiriman, dll. Ini adalah salah satu dari bentuk konflik yang tersembunyi
(hidden conflic) dimana salah satu pihak menunjukan sikapnya secara
tidak terbuka.
Penurunan
moril (low morale). Penurunan moril dicerminkan dalam menurunnya gairah kerja,
meningkatnya tingkat kemangkiran, sakit, penurunan moril adalah juga merupakan
salah satu dari produk konflik tersembunyi dalam situasi ini salah satu
pihak, biasanya pekerja, merasa takut untuk secara terang-terangan untuk
memprotes pihak lain sehingga melakukan tindakan-tindakan tersembunyi. Dalam
banyak organisasi informasi adalah salah satu sumberdaya yang sangat penting
dan identik dengan kekuasaan (power). Dengan demikian maka penyembunyian
informasi adalah identik dengan kemampuan mengendalikan kekuasaan tersebut.
Tindakan-tindakan seperti ini menunjukkan adanya konflik tersembunyi dan
ketidakpercayaan (distrust).
C. Macam-Macam
Konflik
A. Dari segi pihak yang terlibat dalam konflik
1. Konflik individu dengan individuKonflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan individu pimpinan dari berbagai tingkatan. Individu pimpinan dengan individu karyawanmaupun antara inbdividu karyawan dengan individu karyawan lainnya.
2. Konflik individu dengan kelompok Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan kelompok ataupun antara individu karyawan dengan kempok pimpinan.
3. Konflik kelompok dengan kelompok Ini bisa terjadi antara kelompok pimpinan dengan kelompok karyawan, kelompok pimpinan dengan kelompok pimpinan yang lain dalam berbagai tingkatan maupunantara kelompok karyawan dengan kelompok karyawan yang lain.
B. Dari segi dampak yang timbul
Dari segi dampak yang timbul,
konflik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konflik fungsional dan konflik
infungsional. Konflik dikatakan fungsional apabila dampaknya dapat memberi
manfaat atau keuntungan bagi organisasi, sebaliknya disebutinfungsional apabila
dampaknya justru merugikan organisasi. Konflik dapat menjadi fungsional apabila
dikelola dan dikendalikan dengan baik.
Contoh konflik
yang fungsional dengan kasus seorang manajer perusahaan yang menghadapi masalah
tentang bagaimana mengalokasikan dana untuk meningkatkan penjualan
masing-masing jenis produk.
Pada saat itu setiap
produk berada pada suatu devisi. Salah satu cara pengalokasian mungkin
dengan memberikan dana tersebut kepada devisi yang bisa mengelola dana dengan
efektif dan efisien. Jadi devisi yang kurang produktif tidak akan memperoleh
dana tersebut. Tentu saja di sini timbul konflik tentang pengalokasian dana.
Meskipun dipandang dari pihak devisi yang menerima alokasi dana yang kurang,
konflik ini dipandang infungsional, tetapi dipandang dari perusahaan secara
keseluruhan konflik ini adalah fungsional, karena akan mendorong setiap devisi
untuk lebih produktif. Meskipun demikian, mungkin juga timbul akibat yang tidak
fungsional, di mana kerjasama antara kepala devisi menjadi rusak karena konflik
ini.
Setiap konflik, baik
fungsional maupun infungsional akan menjadi sangat merusak apabila berlangsung
terlalu jauh. Apabila konflik menjadi di luar kendali karena mengalami
eskalasi, berbagai perilaku mungkin saja timbul.
Pihak-pihak
yang bertentangan akan saling mencurigai dan bersikap sinis terhadap
setiap tindakan pihak lain. Dengan timbulnya kecurigaan, masing-masing
pihak akan menuntut permintaan yang makin berlebihan dari pihak lain. Setiap
kegagalan untuk mencapai hal yang diinginkan akan dicari kambing hitam dari
pihak lain dan perilaku pihaknya sendiri akan selalu dibela dan dicarikan
pembenarannya, bahkan dengan cara yang emosional dan tidak rasional.
Pada tahap seperti
iniinformasi akan ditahan dan diganggu, sehingga apa yang sebenarnya terjadi
dan mengapa terjadi menjadi tidak diketahui. Dan segera bisa muncul usaha untuk
menggagalkan kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain. Kegiatan untuk ‘menang´
menjadi lebih dominan dari pada untuk mencapai tujuano rganisasi. Menurut Heidjrachman dari berbagai penelitian
dan percobaan ternyata ditemukan hasil-hasil yang mirip antara yang satu dengan
yang lain situasi, yang timbul akibat adanya konflik, baik konflik yang
fungsional maupun konflik yang infungsional. Di antaranya yang penting adalah :
(1) Timbulnya kekompakan diantara anggota-anggota kelompok yang mempunyai
konflik dengan kelompok yang lain; (2) Munculnya para pimpinan dari kelompok
yang mengalami konflik; (3) bisa muncul usaha untuk menggagalkan kegiatan yang
dilakukan oleh pihak lain. Kegiatan untuk ‘menang´ menjadi lebih dominan dari
pada untuk mencapai tujuan organisasi.
D. Sumber
Konflik
Faktor-faktor
yang dapat menimbulkan adanya konflik dalam suatu organisasi antara lain adalah;
1. Berbagai
sumber daya yang langka
Karena sumber daya yang dimiliki
organisasi terbatas / langka maka perlu di alokasikan. Dalam alokasi sumber
daya tersebut suatu kelompok mungkin menerima kurang dari kelompok yang lain.
Hal ini dapat menjadi sumber konflik.
2. Perbedaan
dalam tujuan
Dalam suatu organisasi biasanya terdiri
dari atas berbagai macam bagian yang bisa mempunyai tujuan yang berbeda-beda.
Perbedaan tujuan dari berbagai bagian ini kalau kurang adanya koordinasi dapat
menimbulkan adanya konflik. Sebagai contoh : bagian penjualan mungkin
ingin meningkatkan valume penjualan dengan memberikan persyaratan persyaratan
pembelian yang lunak, seperti kredit dengan bunga rendah, jangka waktu
yang lebih lama, seleksi calon pembeli yang tidak terlalu ketat dan sebagainya.
Upaya yang dilakukan oleh bagian
penjualan semacam ini mungkin akan mengakibatkan peningkatan jumlah piutang
dalam tingkat yang cukup tinggi. Apabila hal ini dipandang dari sudut keuangan,
mungkin tidak dikehendaki karena akan memerlukan tambahan dana yang cukup
besar.
3. Saling
ketergantungan dalam menjalankan pekerjaan
Organisasi merupakan gabungan dari
berbagai bagian yang saling berinteraksi. Akibatnya kegiatan satu pihak mungkin
dapat merugikan pihak lain. Dan ini merupakan sumber konflik pula. Sebagai
contoh : bagian akademik telah membuat jadwal ujian beserta pengawasnya, tetapi
bagian tata usaha terlambat menyampaikan surat pemberitahuan kepada para
pengawas dan penguji sehingga mengakibatkan terganggunya pelaksanaan ujian.
4. Perbedaan
dalam nilai atau persepsi
Perbedaan dalam tujuan biasanya
dibarengi dengan perbedaan dalam sikap, nilai dan persepsi yang bisa
mengarah ke timbulnya konflik. Sebagai contoh: seorang pimpinan muda
mungkin merasa tidak senang sewaktu diberi tugas-tugas rutin karena dianggap
kurang menantang kreativitasnya untuk berkembang, sementara pimpinan yang lebih
senior merasa bahwa tugas-tugas rutin tersebut merupakan bagian
dari pelatihan.
5. Sebab-sebab
lain
Selain sebab-sebab di atas, sebab-sebab
lain yang mungkin dapat menimbulkan konflik dalam organisasi misalnya,
egosentris dan atau gaya seseorang dalam bekerja, ketidak jelasan organisasi
dan masalah-masalah komunikasi.
E. Manajemen
Konflik yang Efektif
Manajemen
konflik dimaksudkan sebagai sebuah proses terpadu (intergrated) menyeluruh untuk
menetapkan tujuan organisasi dalam penanganan konflik, menetapkan cara-cara mencegahnya
program-program dan tindakan sebagai tersebut maka dapat ditekankan empat hal :
- Manajemen konflik sangat terkait dengan visi, strategi dan sistem nilai/kultur organisasi manajemen konflik yang diterapkan akan terkait erat dengan ketiga hal tersebut
- Menajemen konflik bersifat proaktif dan menekankan pada usaha pencegahan. Bila fokus perhatian hanya ditujukan pada pencarian solusi-solusi untuk setiap konflik yang muncul, maka usaha itu adalah usaha penanganan konflik, bukan manajemen konflik.
- Sistem manajemen konflik harus bersifat menyeluruh (corporate wide) dan mengingat semua jajaran dalam organisasi. Adalah sia-sia bila system manajemen konflik yang diterapkan hanya untuk bidang Sumber daya Manusia saja misalnya.
- Semua rencana tindakan dan program-program dalam sistem manajemen konflik jugaakan bersifat pencegahan dan bila perlu penanganan. Dengan demikian maka semua program akan mencakup edukasi, pelatihan dan program sosialisasi lainnya.
Metode yang sering digunakan untuk menangani konflik
adalah :
- Metode pengurangan konflik. Salah satu cara yang sering efektif adalah dengan mendinginkan persoalan terlebih dahulu (cooling down). Meskipun demikian cara semacam ini sebenarnya belum menyentuh persoalan yang sebenarnya. Cara lain adalah dengan membuat ‘musuh bersama´, sehingga para anggota di dalam kelompok tersebut bersatu untuk menghadapi ‘musuh´ tersebut. Cara semacam ini sebenarnya juga hanya mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang mengalami konflik.
- Metode penyelesaian konflik. Cara yang ditempuh adalah dengan mendominasi atau menekan, berkompromi dan penyelesaian masalah secara integratif.
(a) Dominasi
(Penekanan)
Dominasi dan penekanan
mempunyai persamaan makna, yaitu keduanya menekan konflik, dan bukan memecahkannya,
dengan memaksanya ‘tenggelam´ ke bawah permukaan dan mereka menciptakan
situasi yang menang dan yang kalah.
Pihak yang kalah
biasanya terpaksa memberikan jalan kepada yang lebih tinggikekuasaannya,
menjadi kecewa dan dendam.
Penekanan dan dominasi
bisadinyatakan dalam bentuk pemaksaan sampai dengan pengambilan keputusandengan
suara terbanyak (voting).
(b) Kompromi
Melalui kompromi mencoba
menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang di tengah dari dua pihak
yang berkonflik ( win-win solution ). Cara ini lebih memperkecil kemungkinan
untuk munculnya permusuhan yang terpendam dari dua belah pihak yang berkonflik,
karena tidak ada yang merasa menang maupun kalah. Meskipun demikian, dipandang
dari pertimbangan organisasi pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik, karena
tidak membuat penyelesaian yang terbaik pula bagi organisasi, hanya
untuk menyenangkan kedua belah pihak yang saling bertentangan atau
berkonflik
(c) Penyelesaian
secara integrative
Dengan menyelesaikan konflik
secara integratif, konflik antar kelompok diubahmenjadi situasi pemecahan
persoalan bersama yang bias dipecahkan dengan bantuan tehnik-tehnik pemecahan
masalah (problem solving). Pihak-pihak yang bertentangan bersama-sama
mencoba memecahkan masalahnya, dan bukan hanya mencoba menekan konflik atau
berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi organisasi,
dalam prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena kurang adanya
kemauan yang sunguh-sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan yang
menimbulkan persoalan.
Untuk menjelaskan berbagai
alternatif penyelesaian konflik dipandang dari sudut menang ± kalah
masing-masing pihak, ada empat kuadran manajemen konflik:
1) Kuadran
Kalah-Kalah (Menghindari konflik)
Kuadran
keempat ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan menghindari konflik dan
mengabaikan masalah yang timbul. Atau bisa berarti bahwa kedua belah pihak
tidak sepakat untuk menyelesaikan konflik atau menemukan kesepakatan untuk
mengatasi konflik tersebut. Kita tidak memaksakan keinginan kita dan sebaliknya
tidak terlalu menginginkan sesuatu yang dimiliki atau dikuasai pihak lain.
Cara ini sebetulnya hanya bias kita lakukan untuk potensi konflik yang ringan
dan tidak terlalu penting. Jadi agar tidak menjadi beban dalam pikiran atau kehidupan
kita, sebaiknya memang setiap potensi konflik harus dapat segera diselesaikan.
2) Kuadran
Menang-Kalah (Persaingan)
Kuadran
kedua ini memastikan bahwa kita memenangkan konflik dan pihaklainkalah.
Biasanya kita menggunakan kekuasaan atau pengaruh kita untuk
memastikan bahwa dalam konflik tersebut kita yang keluar sebagai
pemenangnya. Biasanya pihak yang kalah akan lebih mempersiapkan diri dalam
pertemuan berikutnya, sehingga terjadilah suatu suasana persaingan atau
kompetisi di antara kedua pihak. Gaya penyelesaian konflik seperti ini sangat
tidak mengenakkan bagi pihak yang merasa terpaksa harus berada dalam posisi
kalah, sehingga sebaiknya hanya digunakan dalam keadaan terpaksa yang
membutuhkan penyelesaian yang cepat dan tegas.
3) Kuadran
Kalah-Menang (Mengakomodasi)
Agak
berbeda dengan kuadran kedua, kuadran ketiga yaitu kita kalah ± mereka menang
ini berarti kita berada dalam posisi mengalah atau mengakomodasi kepentingan
pihak lain. Gaya ini kita gunakan untuk menghindari kesulitan atau masalah yang
lebih besar. Gaya ini juga merupakan upaya untuk mengurangi tingkat ketegangan
akibat dari konflik tersebut atau menciptakan perdamaian yang kita inginkan.
Mengalah dalam hal ini bukan berarti kita kalah, tetapi kita menciptakan
suasana untuk memungkinkan penyelesaian yang paripurna terhadap konflik yang
timbul antara kedua pihak. Mengalah memiliki esensi kebesaran jiwa dan member
kesempatan kepada pihak lain untuk juga mau mengakomodasi kepentingan kita
sehingga selanjutnya kita bersama bisa menuju ke kuadran pertama.
4) Kuadran
Menang-Menang (Kolaborasi)
Kuadran
pertama ini disebut dengan gaya manajemen konflik kolaborasi atau bekerja
sama. Tujuan kita adalah mengatasi konflik dengan menciptakan penyelesaian
melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang
bertikai.
Proses
ini biasanya yang paling lama memakan waktu karena harus dapat mengakomodasi
kedua kepentingan yang biasanya berada di kedua ujung ekstrim satu sama
lainnya. Proses ini memerlukan komitmen yang besar dari kedua pihak untuk
menyelesaikannya dan dapat menumbuhkan hubungan jangka panjang yang kokoh
. Secara sederhana proses ini dapat dijelaskan bahwa masing-masing pihak
memahami dengan sepenuhnya keinginan atau tuntutan pihak lainnya dan berusaha
dengan penuh komitmen untuk mencari titik temu kedua kepentingan tersebut.
F. Meminimalisir
Konflik Dengan Komunikasi Efektif
“Tahukah
Anda, bahwa bentuk dan macam komunikasi bisa memicu konflik? Tahukan Anda bahwa
konflik sesungguhnya dipicu oleh kesalahan komunikasi? Bagaimanakah metode
komunikasi bisa meminimalisir konflik´?
Ada lima macam gaya komunikasi Anda yang bisa memicu
konflik.
·
Komunikasi Negatif
Anda pasti mengetahui bahwa ada orang
atau pihak tertentu yang ‘secara alamiah’ berperilaku seperti Tom and
Jerry. Perilaku seperti ini cenderung melekat secara konstan, karena sifatnya
lebih menyerupai karakter diri dari pada penyakit yang harus disembuhkan.
Apa yang pasti dari perilaku seperti
ini, adalah efeknya yang buruk terhadap pihak lain. Karakter ini dapat
menyedot dan menghabisi antusiasme, energi dan rasa percaya diri orang-orang
sekitar.
Apa yang dapat dilakukan dengan gejala
ini, adalah mendorong orang yang bersangkutan untuk mengkonfrontir perilakunya
sendiri. Dan ini, hanya dapat dilakukan jika orang-orang di sekitar bisa
terlibat aktif dengan memberi masukan tentang perilaku dan karakter negative
itu. Secara teknis, pendekatan terbaik yang dapat dilakukan adalah melatih
apa yang disebut dengan “I message”.
Contoh pengungkapannya adalah sebagai
berikut:”Saat saya mengutarakan suatu pendapat atau usulan, SAYA
merasakan bahwa sikap negatif Anda membuat SAYAfrustrasi, dan SAYA
menemukanbahwa bekerjasama dengan Anda menjadi lebih sulit dari semestinya.”
Orang yang berkarakter negatif, memiliki
kecenderungan untuk mempersepsi segala sesuatu yang sampai di telinganya, apa
yang bisa terlihat oleh matanya, sebagai bentuk-bentuk serangan. Sikap
negatifnya, adalah bagian dari system survivalnya. “Imessage” dalam hal ini,
adalah untuk meredam persepsi itu. Jika Anda merasa punya banyak “musuh”,
karakter Anda mungkin harus dibenahi.
·
Komunikasi Blaming
Masih ingat yang satu ini: “Litle-litle
to me, Litle-litle to me.” Maksudnya, “Dikit dikit gua, Dikit-dikit gua. Inilah
yang terjadi, pada korban dari orang yang memiliki kecenderungan komunikasi blaming.
Ia cenderung menyalahkan dan selalu menyalahkan orang-orang di sekitarnya. ”I
message” yang ditimpali dengan menciptakan lingkungan pembelajaran yang
lebih baik, adalah cara terbaik untuk mengakalinya. Carilah isu utama dari
sikap menyalahkan itu, tangani satu per satu, jangan sekaligus. Jika Anda
sering melihat orang lain salah, mungkin anda memang sering menyalahkan. Jika
memang demikian, latihlah untuk selalu spesifik dan detil berkaitan dengan
suatu kesalahan.
·
Komunikasi Superior
Anda mungkin boss. Waspadalah. Cara
berkomunikasi ini dipenuhi dengan perintah, nasehat, dan pesan-pesan yang penuh
moralitas. Semua itu memang diperlukan, akan tetapi jika setiap kalimat dan
uraian yang keluar dari mulut melulu hanya tentang itu, maka kepekaan dari
orang-orang sekitar akan menyusut jauh. Bahkan, komunikasi seperti ini akan
membuat orang-orang di sekitar menjadi bosan. Mereka akan mengalami frustrasi,
penolakan dan bahkan dalam tingkat tertentu akan memunculkan inspirasi untuk
mensabotase. Sekali lagi, “I message” yang ditimpali dengan pendekatan asertif
(emosi dan personal), bisa sangat membantu keadaan. Anda mungkin boss.
Waspadalah. Cobalah untuk lebih asertif dan personal. Sering-seringlah
mengobrol dengan bawahan.
·
Komunikasi Tidak Jujur
Seringkali, ketidak jujuran dalam
berkomunikasi akan menciptakan “kegagalan mendengar”. Lebih dari itu, cara
komunikasi ini akan menciptakan “kegagalan berempati”. Ciri-cirinya, apa
yang dikomunikasikan hanyalah berbagai hal di sekitar masalah, dan bukan
masalah itu sendiri. Ada juga ciri-ciri lain, akan tetapi bukan merupakan patokan
utama, yaitu komunikatornya cenderung menggunakan kata-kata “Kita”. Padahal,
maksud “kita” disana tidak lebih dan tidak kurang adalah dirinya sendiri.
Ada kecenderungan, komunikator yang
demikian secara sengaja tidak menindaklanjuti perilaku yang tidak profesional,
atau perilaku yang dapat merusak tim kerja, padahal bisa ditindak lanjuti. Semuanya
itu, jelas akan mengarah pada tidak berfungsinya tim kerja.
Untuk membenahinya, diperlukan sebuah suasana yang terbuka, jujur, saling
menghormati, berhenti saling menyalahkan, saling mengganggu, dan
menyediakan akses bagi setiap orang. Jika anda sering bekerja dengan
menyendiri, waspadai gaya komunikasi ini.
·
Komunikasi Selektif
Komunikatornya dalam hal ini, sering
berasumsi tentang apa yang perlu diketahui oleh orang lain. Ia tidak berfokus
pada apa yang secara obyektif memang perlu diketahui orang lain. Perilaku ini
dilatar belakangi oleh keinginan untuk tetap memegang kekuasaan, mempertahankan
status quo. Untuk membenahinya, diperlukan keterbukaan dan akses kepada
setiapinformasi yang penting.
Contoh-contoh cerminan komunikasi yang dapat
mensabotase tim:
- “Yang penting kerjaan gua beres.” Sikap ini akan memperlemah kekuatan dan kerjasama tim.
- “Bukan gua yang salah kok.” Ini juga tidak sehat, sebab sama dengan mengatakan” Yang salah orang lain.
- “Kalo Dia yang salah ya biarin aja, toh bukan Gua.” Sikap ini juga tidak membantu tim.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konflik
adalah pergesekan atau friksi yang terekspresikan di antara dua pihak
ataulebih, di mana masing-masing mempersepsi adanya interferensi dari pihak
lain, yangdianggap menghalangi jalan untuk mencapai sasaran. Konflik hanya
terjadi bila semua pihak yang terlibat, mencium adanya ketidaksepakatan
Bentuk konflik
terjadi dalam beberapa hal: (1) Perselisihan (Dispute); (2) Kompetisi
(persaingan) yang tidak sehat; (3) Sabotase; (4) Insfisiensi/produktivitas
yangrendah; (5) Penurunan moril (low morale); dan (6) Menahan/menyembunyikan
informasi.Macam-macam konflik dapat dibedakan menjadi dua segi; (a) dari segi
fihak yangterlibat dalam konflik, antara lain: (1) konflik individu dengan
individu; (2) konflik individudengan kelompok; dan (3) konflik kelompok dengan
kelompok. Sedangkan dari segi (b)dampak yang timbul, diklasifikasikan menjadi:
(1) konflik fungsional; dan (2) konflik infungsional.Faktor-faktor yang
dapat menimbulkan adanya konflik dalam suatu organisasi antaralain adalah: (1)
berbagai sumber daya yang langka; (2) perbedaan dalam tujuan; (3) saling ketergantungan
dalam menjalankan pekerjaan; (4) perbedaan dalam nilai atau persepsi; dan (5)
sebab-sebab lain.
B. Saran
Manajemen konflik yang efektif, perlu menekankan empat
hal, yaitu:
- Manajemen konflik sangat terkait dengan visi, strategi dan sistem nilai/kultur organisasi
- Menajemen konflik bersifat proaktif dan menekankan pada usaha pencegahan.
- Sistem manajemen konflik harus bersifat menyeluruh (corporate wide) dan mengingat semua jajaran dalam organisasi.
- Semua rencana tindakan dan program-program dalam sistem manajemen konflik jugaakan bersifat pencegahan dan bila perlu penanganan.
Meminimalisir
konflik dengan komunikasi efektif dengan cara menghindari gayakomunikasi yang
bisa memicu konflik, antara lain: (1) komunikasi negative; (2) komunikasi
Blaming; (3) komunikasi superior; (4) komunikasi tidak jujur; dan (5)
komunikasi selektif.
DAFTAR PUSTAKA
De Cenzo and Robins. 1999 Human Resource
Management .New York : John Wiley & Sons, Inc. Garry Dessler. 1989
Manajemen Sumber Daya Manusia. Jilid 2, Jakarta PT. Prehelinso
Hadi Peorwono. 1984. Tata Personalia. Jakarta :
Djambatan
Hani Handoko. 2001. Manajemen Personalia dan
Sumber Daya manusia.Yogyakarta :BPFE
Heidjrachman R & Suad Husnan. 2002. Manajamen
Personalia,Yogyakarta :BPFE
Jeffrey, dkk. 2002. Paradigma Baru Manajemen Sumber
Daya Manusia.Yogyakarta: AmaraBooks
John Soeprihanto. 1987. Manajemen Personalia.
Yogyakarta : BPFE
Manullang. 1987. Management Personalia. Jakarta :
Aksara Bar Nitisemito, Alex S,. 1996. Manajemen Personalia. Jakarta : Ghalia
Indonesia
Werther, W.B. Jr & Davis, K. 1996. Human
Resource and Personel Management . USA : McGraw-Hill, Inc.
William P. Anthony, Pamela L. Perrewe, 1996, Strategic
Human Resouce Management , TheDryden Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar