Kamis, 24 Januari 2013

KONSEP MANUSIA MENURUT ISLAM


KONSEP MANUSIA MENURUT ISLAM


 
ABSTRACT   
            Menurut   Al-Qur’an manusia adalah “Khalifah” Allah di bumi ini, yaitu wakil Allah, guna mengelola bumi dengan segala isinya. Menurut surat  Al-Baqarah ayat : 30-31 , diterangkan bahwa manusia itu sangat di istimewakan oleh Allah yang terdapat dalam diri Adam AS. Salah satunya adalah diberikan ilmu pengetahuan, yang tidak diberikan kepada makhluk-makhluk lain, hingga malaikatpun tidak diberikan ilmu buat mengelola dunia dan seisinya itu. Jadi dengan ilmu pengetahuan yang khusus dianugerahkan Allah kepada manusia (Adam) itu, maka manusia menjadi penguasa satu-satunya yang mempunyai hak dan wewenang buat mengatur dan mengelola dunia ini untuk kepentingan manusia itu sendiri dengan segala ras dan bangsa-bangsanya. Sedangkan makhluk-makhluk lainnya hanyalah merupakan pelengkap saja dari hak dan wewenang manusia itu. Didalam surat Ali-Imran ayat 59 dijelaskan tentang kejadian Adam AS. dari tanah, dan surat Al-Rum ayat 20 juga menjelaskan tentang tanda-tanda kekuasaan Allah bahwa manusia diciptakan dari tanah, tiba-tiba jadi manusia yang berkembang biak.

PENDAHULUAN
            Allah SWT telah menciptakan manusia di dunia kecuali bertugas pokok untuk menyembah KhalikNya, juga bertugas untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan yang terdapat di bumi agar manusia dapat hidup sejahtera dan makmur lahir batin.
            Manusia diciptakan Allah selain menjadi hambaNya, juga menjadi penguasa (khalifah) diatas bumi. Selaku hamba dan ”khalifah”, manusia telah diberi kelengkapan kemampuan jasmaniah (fisiologis) dan rohaniah (mental psikologis) yang dapat dikembang-tumbuhkan seoptimal mungkin, sehingga menjadi alat yang berdaya guna dalam ikhtiar kemanusiaannya untuk melaksanakan tugas pokok kehidupannya di dunia.
            Untuk mengembangkan atau menumbuhkan kemampuan dasar jasmaniah dan rohaniah tersebut, pendidikan merupakan sarana (alat) yang menentukan sampai di mana titik optimal kemampuan-kemampuan tersebut dapat dicapai.
            Namun proses pengembangan kemampuan manusia melalui pendidikan tidaklah menjamin akan terbentuknya watak dan bakat seseorang untuk menjadi baik menurut kehendak penciptaNya, mengingat Allah sendiri telah menggariskan bahwa di dalam diri manusia terdapat kecenderungan 2 arah yaitu ke arah perbuatan fasiq (menyimpang dari peraturan) dan ke arah ketaqwaan (mentaati peraturan/ perintah), seperti firman Allah dalam surat As-Syamsu : 7-10 berikut ini yang artinya :
“ ……. Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) ke fasikan dan ketaqwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwanya dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”

Keberadaan Manusia
                   Pada diri manusia terdapat perpaduan sifat yang berlawanan. Manusia adalah hadits, baru, dari sifat jasmiahnya dan azali dari roh Ilahiahnya. Oleh karena itu pada diri manusia terdapat sifat baik, yang menyerupai sifat Tuhan, dan terdapat sifat buruk. Ketika Allah menyaksikan kesombongan iblis, yaitu tidak mau sujud kepada Adam, dalam Qs. 38 (Shad) : 75 Allah menyatakan :
Allah berfirman : “Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?”.

                   Kedua tangan dalam ayat tersebut menurut Ibnu al-‘Arabi adalah nama atau sifat Tuhan yang berlawanan, baik nama aktif (al-asma’ al-fa’iliyah) maupun nama reseptif (al-asma’ al-qabiliyah). Nama aktif saling berlawanan seperti al-Anis (Yang Maha Ramah) berlawanan dengan al-Hayaa’ (Yang Pemalu).

Hakikat Manusia
                   Kehadiran manusia pertama tidak terlepas dari asal-usul kehidupan di alam semesta. Asal-usul manusia menurut ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari teori tentang sepsis baru yang berasal dari sepsis lain yang telah ada sebelumnya melalui proses evolusi. Teori evolusi yang diperkenalkan Darwin pada abad XIX telah menimbulkan perdebatan, terutama di kalangan Gereja dan ilmuwan yang berpaham teori kreasi khusus. Setelah teori itu diekstrapolasikan oleh para penganutnya sedemikan rupa, sehingga seolah-olah manusia berasal dari kera. Padahal Darwin tidak pernah mengemukakan hal tersebut, walaupun taksonomi manusia dan kera besar berada pada super family yang sama, yaitu hominoidae.
                   Darwin mengetengahkan banyak fakta yang tampaknya lebih berarti daripada pendahulunya. Darwin mengemukakan teori mengenai asal-usul sepsis melalui sarana seleksialam atau bertahannya ras-ras yang beruntung dalam memperjuangkan dan mempertahankan kehidupannya. Teori Darwin memuat dua aspek. Aspek pertama bersifat ilmiah, namun ketika diungkapkan dan dilaksanakan, ternyata aspek ilmiahnya sangat rapuh. Aspek kedua bersifat filosofis yang diberi penekanan oleh Darwin sangat kuat dan diungkapkan secara jelas. Teori evolusi tidaklah segalanya, bahkan Darwin sendiri menyadari seperti diungkapkannya :
“Tapi aku mempercayai seleksi alam, bukan karena aku dapat membuktikan, dalam setiap kasus, bahwa seleksi alam telah mengubah satu sepsis menjadi sepsis lainnya, tapi karena seleksi alam mengelompokkan dan menjelaskan dengan baik (menurut pendapatku) banyak fakta mengenai klasifikasi, embriologi, organ-organ elementer, pergantian dan distribusi geologis”.
                   Evolusi manusia menurut ahli paleontology dapat dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan tingkat evolusinya, yaitu :
a.         Tingkat manusia yang fosilnya ditemukan di Johanesburg, Afrika Selatan pada tahun 1924 yang dinamakan fosil Australopithecus.
b.        Tingkat manusia kera yang fosilnya ditemukan di Solo pada tahun 1891 yang disebut pithecanthropus erectus.
c.         Tingkat manusia purba, yaitu tahap yang lebih dekat kepada manusia modern yang sudah digolongkan genus yang sama, yaitu homo walaupun spesisnya dibedakan. Fosil jenis ini ditemukan di Neander, karena itu disebut homo Neanderthalensis dan kerabatnya ditemukan di Solo (Homo Soloensis).
d.        Tingkat manusia modern atau homo sapiens yang telah pandai berpikir, menggunakan otak dan nalarnya.
                   Mencari makna manusia dilakukan melalui ilmu pengetahuan. Para ahli mendefinisikannya sesuai dengan bidang kajian (obyek material) ilmu yang ditekuninya. Membicarakan tentang manusia dalam pandangan ilmu pengetahuan sangat tergantung pada metodologi yang dipergunakan dan terhadap filosofi yang mendasari. Para penganut teori psikoanalisis menyebut manusia sebagai homo volens (manusia berkeinginan). Menurut aliran ini, manusia adalah makhluk yang memiliki perilaku interaksi antara komponen biologis (Id), psikologis (ego) dan sosial (super ego). Di dalam diri manusia terdapat unsur animal (hewani), rasional (akal) dan moral (nilai).
                   Para penganut teori behaviorisme menyebut manusia sebagai homo mekanicus (manusia Mesin). Behavior lahir sebagai rekasi terhadap introspeksionisme (aliran yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan subyektif) dan psikoanalisis (aliran yang berbicara tentang bawah alam sadar yang tidak tampak). Behavior menganalisis perilaku yang tampak saja. Menurut aliran ini, segala tingkah laku manusia terbentuk sebagai hasil proses pembelajaran terhadap lingkungannya, tidak disebabkan aspek rasional dan emosionalnya.
                   Para penganut teori kognitif  menyebut manusia sebagai homo sapiens (manusia berpikir). Menurut aliran ini, manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungan, tetapi sebagai makhluk yang selalu berusaha memahami lingkungannya, makhluk yang selalu berfikir. Penganut teori kognitif mengecam pendapat yang cenderung menganggap pikiran itu tidak nyata karena tampak tidak mempengaruhi peristiwa. Pada hal berpikir, memutuskan, menyatakan, memahami dan sebagainya adalah fakta kehidupan manusia.
            Para penganut teori humanism menyebut manusia sebagai homo ludens (manusia beriman). Aliran ini mengecam aliran psikoanalisis dan behaviorisme, karena keduanya tidak menghormati manusia sebagai manusia. Keduanya tidak dapat menjelaskan aspek eksistensi manusia yang positif dan menentukan, seperti cinta, krealitivitas, nilai, makna dan pertumbuhan pribadi. Menurut humanism, manusia berperilaku untuk mempertahankan, mengingatkan dan mengaktualisasikan dirinya. Perdebatan mengenai siapa manusia di kalangan para ilmuan terus berlangsung dan tidak menemukan kesepakatan yang tuntas. Manusia tetap menjadi misteri yang besar dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan sampai sekarang.

Rabu, 23 Januari 2013

Contoh Proposal Disertasi



KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA DALAM ISLAM
PENDEKATAN PSIKOLOGI
Proposal Disertasi : Oleh H. Arifuddin

A.      Latar Belakang Masalah

Telah menjadi pendapat umum bahwa pendidikan adalah rancangan kegiatan yang paling banyak berpengaruh terhadap perubahan prilaku seseorang dan suatu masyarakat. Pendidikan merupakan model rekayasa sosial yang efektif untuk menyiapkan suatu bentuk masyarakat masa depan. Demikian juga dengan keluarga Islam, masa depan anggota-anggota keluarga juga banyak ditentukan oleh konsepsi dan pelaksanaan pendidikan.

      Oleh karena itu, penyusun konsep pendidikan Islam secara benar merupakan sumbangan yang cukup berarti tidak saja bagi penyiapan suatu tata kehidupan umat Islam, akan tetapi juga bagi penyiapan keluarga, masyarakat dan bangsa di masa depan yang lebih baik.

      Usaha merumuskan konsep pendidikan Islam, termasuk dalam lingkungan keluarga, ternyata tidak mudah. Terbukti banyak keluarga yang mengalami hambatan dalam memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Hal ini mungkin di sebabkan konsep yang disusun kurang memenuhi apa yang diharapkan. Atau tingkat sosialisasi dan pemahaman masyarakat yang masih rendah, sehingga tidak dapat mengaplikasikan dalam bentuk nyata.

      Di samping itu, aspek luar yang mempengaruhi keluarga semakin besar. Seperti era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, selain berdampak positif juga bisa berdampak negatif. Di antara masalah yang dihadapi keluarga dewasa ini adalah :

a)  Renggangnya hubungan keluarga sebagai akibat individualisme yang acap kali menimbulkan kesenjangan hubungan antara suami-istri, antara orang tua dan anak-anaknya (terutama remaja).
b)      Berkurangnya peran dan fungsi orang tua dalam membingbing dan mengawasi anak.
c)   Berubahnya penghayatan terhadap norma-norama agama dan sosial budaya yang bisa berlaku dalam kelurga sehingga muncul kecendrungan beralihnya sistem kekeluargaan, dari keluarga besar (extended family) kepada keluarga inti (nuclear family). Hubungan antara keluarga besar menjadi renggang atau retak. Fungsi keluarga tak dapat ditunaikan. Kebanyakan anak menjadi nakal atau melakukan kejahatan, hal ini terjadi pada keluarga yang berantakan (broken home).[1]

Uraian diatas menggambarkan bahwa dampak modernisasi antara lain terancamnya lembaga keluarga dan tata cara pergaulan yang semakin menyimpang dari azas-azas kesehatan jiwa dan agama. Misalnya, pergaulan bebas, hubungan seksual diluar nikah, perkosaan dan lain sejenisnya, yang sekarang ini sudah menjadi berita sehari-hari diberbagai media informasi.

      Upaya mengatasi problema dalam kehidupan keluarga sebenarnya telah banyak dialakukan, baik melalui pendidikan jalur sekolah, pengajian-pengajian atau lembaga tertentu di bawah pemerintah, seperti pembentukan (BP4) Badan Penasehat Perkawinan, Perceraian dan Perselisihan.

      Bagi umat Islam, sebenarnya banyak petunjuk yang memberikan dorongan kuat kepada umatnya agar mampu membangun suatu rumah tangga yang kokoh, harmonis, dan langgeng. Status perkawinan yang sah dan pentingnya hidup berkeluarga sebagai bagian dari ibadah dalam Islam, merupakan ketentuan yang amat penting dan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan serta perkembangan kehidupan seorang muslim.

      Keluarga dalam Islam merupakan amanah yang harus dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT. Seoarang muslim dimotivasi untuk senantiasa berupaya dengan sungguh-sungguh dalam membina keutuhan dan keharmonisan serta kebahagiaan dan kesejahteraan keluarganya.

      Dalam kaitannya dalam pendidikan keluarga, aspek agama merupakan hal yang amat penting dan strategis. Karena agama mengajarkan kepada manusia tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang harus ditinggalkan. Nilai-nilai agama yang diwajibkan untuk dilakukan umat manusia mengandung esensi positif. Secara psikologis keluarga yang dapat mengamalkan ajaran agama dengan baik dan benar, akan tercermin dalam kehidupan yang penuh dengan ketentraman, keamanan dan kedamaian.

       Jika memahami sumber pokok ajaran Islam dalam kaitannya dengan pendidikan keluarga, maka setiap keluarga dituntut untuk senantiasa bersikap dan berbuat sesuai dengan garis-garis yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.[2] Dengan demikian, diharapkan setiap keluarga mamiliki nilai keimanan dan ketaqwaan yang mendalam serta ketinggian sifat dan budi pekerti yang luhur yang sangat diperlukan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Dalam hal ini orang tua perlu menyadari betapa penting pendidikan agama bagi setiap anggota keluarga khususnya bagi anak-anak dan remaja. Pendidikan agama yang ditanamkan sedini mungkin kepada anak-anak sangat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan kepribadian mereka. Oleh karena itu, orang tua berkewajiban untuk memberikan bimbingan dan contoh kongkrit berupa suri tauladan kepada anak-anak.

      Berdasarkan keyakinan orang mukmin dan penegasan Allah SWT. Islam satu-satunya agama yang diridhai Allah dan diperintahkan kepada umat manusia untuk memeluknya. Namun  manusia dengan segala kelemahannya tidak dapat beragama dengan mudah tanpa melalui proses pendidikan yang baik, tampa bantuan dan bimbingan pihak lain.[3] Untuk itu, dalam proses pendidikan diperlukan tanggung jawab terhadap pendidikan adalah keluarga, sekolah dan masyarakat.

      Dalam pandangan Islam, seorang pria dan wanita yang berjanji dihadapan Allah SWT, untuk hidup sebagai suami istri berarti bersedia untuk menjadi orang tua dan siap memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang akan dilahirkan.
Kaitannya dengan pendidikan, orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Sesuai dengan uraian tersebut, M. Imron Pohan mengatakan :

      “tidak dapat disangkal lagi bahwasannya pendidikan keluarga dirumah, lebih-lebih sebelum anak memasuki usia sekolah, merupakan pendidikan utama. Hal ini terjadi karena orang tua adalah orang dewasa pertama  bagi anak dalam keluarga, tempat anak menggantungkan hidupnya, tempat ia mengharapkan bantuan dalam pertumbuhan dan perkembangan menuju kedewasaan.[4]

      Secara naluriah orang tua memiliki rasa cinta dan kasih sayang terhadap anaknya. Perasaan ini dijadikan Allah sebagai asas kehidupan psikis, sosial dan fisik sebagai makhluk hidup. Allah menanamkan perasaan itu dalam diri manusia antara lain untuk melangsungkan kehidupan jenis mereka sendiri di muka bumi. Perasaan inilah yang secara psikologis orang tua memiliki kemampuan untuk bersabar dalam memelihara, mangasuh, mendidik anak serta [5]memperhatikan segala hal yang dilakukan anak. Dalam konteks tersebut, Al-Qur’an melukiskan arti anak dengan ungkapan seperti Perhiasan Dunia[6] dan PenyenangHati.[7]

      Berdasarkan analisis empiris, banyak ditemukan anak-anak yang hidup dengan asuhan kasih sayang dan suasana keagamaan yang baik, mampu membentuk kepribadiannya sampai usia dewasa. Artinya pendidikan yang ditanamkan dalam keluarga,  khususnya pendidikan dari orang tua memberikan kesan yang mendasar bagi kehidupan anak. Namun demikian, banyak orang tua yang belum memahami bagaimana memberikan pendidikan yang sesuai dengan taraf perkembangan atau kejiwaan anak-anaknya, baik yang disebabkan oleh lemahnya pengetahuan maupun karena kesibukan orang tua dalam menjalankan tugas keseharian.

      Pembahasan mengenai konsep pendidikan keluarga  dalam Islam secara umum telah banyak dilakukan baik para ahli maupun sarjana yang menyelesaikan studi kesarjanaan. Namun demikian, kajian dengan pendekatan Islami masih sangat terbatas. Penelitian ini mencoba melakukan kajian secara mendalam tentang konsep pendidikan keluarga dalam Islam berdasarkan pendekatan psikologi.

B.      Perumusan Masalah

Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini yaitu :

“Bagaimanakah konsep pendidikan keluarga dalam Islam berdasarkan pendekatan psikologis? Permasalahan umum tersebut kemudian dijabarkan secara rinci sebagai berikut :
1.       Bagaimana konsep keluarga dalam Islam?
2.       Bagaimana peranan keluarga dalam pendidikan menurut ajaran Islam?
3.       Bagaimanakah bentuk konsep pendidikan keluarga dalam Islam dengan pendekatan psikologis?

C.      Tujuan Penenlitian dan Kegunaan Penelitian
1.       Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini berusaha memperoleh jawaban tentang :
1.       Konsep keluarga dalam Islam.
2.       Peranan keluarga dalam pendidikan menurut ajaran Islam.
3.       Bentuk konsep pendidikan keluarga dalam Islam dengan pendekatan psikologis.

2.       Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapakan menambah khazanah keilmuan, khususnya bidang pendidikan agama IIslam. Di samping hasil penelitian ini juga diharapkan bernilai empiris, sehingga memberikan kontribusi begi keluarga dalam rangka memberikan konsep pendidikan dalam keluarga dengan pendidikan psikologi Islam.

D.      Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.       Pengumpulan Data : Dalam mengumpulkan data penulis menggunakan library research,  yaitu mengumpulkan dan mengutip, ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits serta pendapat ahli dari buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang sedang di bahas.
2.       Analisis Data :  Data yang telah terkumpul melalui mengutip dari kitab suci Al-Qur’an, Hadist dan pendapat ahli kemudian dilakukan analisis. Dalam melakukan analisis data ini prosedur yang ditempuh adalah sebagai berikut :
Pertama, mengelompokkan ayat-ayat Al-Qur’an, Hadist dan pendapat ahli  yang penting yang harus diperbandingkan. Dari langkah tersebut diharapkan menghasilkan deskripsi data. Kedua, mencari persamaan dan perbedaan dari pokok-pokok pembahasan, hal ini diharapkan menghasilkan kategori-kategori. Ketiga, menentukan cirri-ciri penting dari  kategori,  sehingga menghasilkan karakteristik jawaban dari masalah yang diajukan, hal ini diharapkan menghasilkan interprestasi yang tepat untuk membuat kesimpulan.

E.       Sistematika Pembahasan

Disertasi ini disusun lima bab, dengan sistematika pembahasan sebagai berikut :

Bab Pertama, pendahuluan terdiri dari Latar belakang masalah, Perumusan masalah,  Tujuan dan kegunaan penelitian, Metodologi penelitian dan Sistematika pembahasan.
Bab Kedua, Konsep keluarga dalam Islam, pembahasannya meliputi : Pengertian Keluarga, Pendidikan dalam Islam, Kebutuhan akan Pendidikan Keluarga.
Bab Ketiga, peranan keluarga dalam pendidikan anak, membahas : Peranan Keluarga, Wilayah Pendidikan dalam Keluarga dan Materi Pelajaran dalam Pendidikan Agama.
Bab keempat, Konsep Pendidikan Keluarga dalam Islam dengan Pendekatan Psikologis Islam, membahas : Pendidikan dalam Keluarga dengan pendekatan Psikologis dan factor-faktor yang mempengaruhi dengan pendekatan Psikologis Islam.
Bab kelima, Kesimpulan dan Implikasi yang dilengkapi dengan daftar pustaka.



 DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Ulwah, Tarbiyah al-Aulad fil al-Islam, (Bairut : Daar al-Salam, 1978) Jilid. I
Abdul Azid Ahyadi, Hubungan Psikologis dan Agama, (Jakarta : Bina Aksara, 1988).
Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos, 1998).
Ahmad Sadli, dkk, Islam untuk Disiplin Ilmu Pendidika, (Jakarta : Bulan Bintang, 1996).
Ahmad
Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maragi (Mesir : al-Halabi,t.t).
Ahmad Tafsir, Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung : Rosda Karya, 1992).
-----------------, Metodik Khusus Agama Islam, (Bandung : Rosda Karya, 1990).
Al-Qur’anul Karim
Arifin, MT. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1998).
-----------------, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Keluarga, Sekolah dan Masyarakat,
                      (Jakarta : Bulan Bintang, 1990).
Anton M. Mulyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1998).
As-Suyuti, Al-Jami’ush Shogir Baitu, t.t.
Athiyah al-Abrasyi, M. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam (terjemahan Bustami
                      (Jakarta : Darul Ulum Press, 2000)
-----------------, Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Jakarta : Darul Ulum Press, 2000)
Cik Hasan Basri, penuntutan pembuatan prosposal dan skripsi, (Jakarta : Logos, 1998).
Caplin, J.P, Dictionary of Psychology, Fifth Printing (New York : dell Publishing Co. Inc,
                      1972)
Glietman, Hendry. Psichology (2nd Edition New York : dell Publishing Co. Inc, 1972).
Hasby Ash-Shidiqy, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta : RI, 1989).
Hadari Nawawi, Pendekatan-Pendekatan dalam Pendidikan Keluarga (Makalah Diskusi)
                      (Bandung : IAIN, 1987)., 1992)
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Islam, (Jakarta : Pustaka al-Husna, 1990).
-----------------, Azas-azas Pendidikan Islam, (Jakarta : Pustaka al-Husna, 1988).
-----------------, Kreatifitas Pendidikan Islam, (Jakarta : Pustaka al-Husna, 1989).
-----------------, Azas-azas Pendidikan Islam, (Jakarta : Pustaka al-Husna, 1989).
Heri Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos, 1998).
Hendri N. Siahaan, Pendidikan Anak dalam Lingkungan Keluarga, (Makalah Diskusi
                      Bandung : IKIP, 1986).
Ibrohim Amini, Bimbingan Suami Istri, (Bandung, CV. Diponegoro, 1987).
Ikhtijanto, Keluarga Bahagia, Sejahtera dalam Era Globalisasi (Dalam Majalah Bulanan :
                      Nasehat Perkawinan dan Keluarga). Nomor 272 Tahun XIII-Februari 1995.
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta, 1976).
Imran Pohan, M. Pendidikan Teoritik dan Praktis, (Bandung : Rosda Karya, 1987).
Kartini Kartono, Psikologi Sosial, (Jakarta : Bulan Bintang, 1990).
-----------------, Kamus Psikologi, (Jakarta : Gramedia, 1990).
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 1990).
Rebber, Arthur S. The Penguin Dictionary of Psychology (Ringwood Victoria Books, 1988).
Muhammad Rifa’I, Kawahirul Khitabah, (Semarang : CV Thoha Putra, 1987).
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru, (Bandung : Rosdakarya, 1998).
Ahmad Tafsir, Pendidikan agama dalam keluarga, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 1996).
-----------------, Psikologi Belajar (Jakarta : Logos, 1999).
Nasution, N. Azas-azas Metodologi Pengajaran dan Evaluasi, (Jakarta : Bumi Restu, 1992).
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta : Rake Surasin, 1990).
Oemar Muhammad al-Tumy al-Syahbany, Filsafat Pendidikan Islam (alih bahasa
                      Hasan Langgulung), (Jakarta : Bulan Bintang, 1979).
Quraish Shihab, M. Wawasan Al-Qur’an (Bandung : Mizan, 1998).
-----------------, Membumikan Al-Qur’an (Bandung : Mizan, 1990).
Sayyid Quthb, Fi-Zhilalil Al-Qur’an (Bairut : Daar al-Turast, 1971).
Soegarda Poerwakawatja, Ensiklopedia Pendidikan, (Jakarta : Bina Aksara, 1981).
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Attahiriyah (Jakarta : 1954).


[1] Ikhtijanto, Keluarga Bahagia Sejahtera dalam Era Globalisasi (dalam Majalah Bulanan : Nasehat Perkawinan dan Keluarga) Nomor 272/ Th.XXIII/Februari 1995, Hal 15.
[2] Q.S.31 (lukman) : 12-19
[3] Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos, 1998), hal. 1.
[4] M. Imron Pohan< Pendidikan Teoritik dan Praktis, (Bandung : Rosdakarya, 1987), hal. 167.
[5] Abdullah Ulwah, Tarbiyah al-Aulad fil al-Islam, (Bairut : Daar al-Salam, 1978) Jilid. 1, hal. 47-48
[6] Q.S. 18 (Al-Kahfi) : 46.
[7] Q.S. 15 (Al-Furqon) : 74.