Kamis, 24 Januari 2013

KONSEP MANUSIA MENURUT ISLAM


KONSEP MANUSIA MENURUT ISLAM


 
ABSTRACT   
            Menurut   Al-Qur’an manusia adalah “Khalifah” Allah di bumi ini, yaitu wakil Allah, guna mengelola bumi dengan segala isinya. Menurut surat  Al-Baqarah ayat : 30-31 , diterangkan bahwa manusia itu sangat di istimewakan oleh Allah yang terdapat dalam diri Adam AS. Salah satunya adalah diberikan ilmu pengetahuan, yang tidak diberikan kepada makhluk-makhluk lain, hingga malaikatpun tidak diberikan ilmu buat mengelola dunia dan seisinya itu. Jadi dengan ilmu pengetahuan yang khusus dianugerahkan Allah kepada manusia (Adam) itu, maka manusia menjadi penguasa satu-satunya yang mempunyai hak dan wewenang buat mengatur dan mengelola dunia ini untuk kepentingan manusia itu sendiri dengan segala ras dan bangsa-bangsanya. Sedangkan makhluk-makhluk lainnya hanyalah merupakan pelengkap saja dari hak dan wewenang manusia itu. Didalam surat Ali-Imran ayat 59 dijelaskan tentang kejadian Adam AS. dari tanah, dan surat Al-Rum ayat 20 juga menjelaskan tentang tanda-tanda kekuasaan Allah bahwa manusia diciptakan dari tanah, tiba-tiba jadi manusia yang berkembang biak.

PENDAHULUAN
            Allah SWT telah menciptakan manusia di dunia kecuali bertugas pokok untuk menyembah KhalikNya, juga bertugas untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan yang terdapat di bumi agar manusia dapat hidup sejahtera dan makmur lahir batin.
            Manusia diciptakan Allah selain menjadi hambaNya, juga menjadi penguasa (khalifah) diatas bumi. Selaku hamba dan ”khalifah”, manusia telah diberi kelengkapan kemampuan jasmaniah (fisiologis) dan rohaniah (mental psikologis) yang dapat dikembang-tumbuhkan seoptimal mungkin, sehingga menjadi alat yang berdaya guna dalam ikhtiar kemanusiaannya untuk melaksanakan tugas pokok kehidupannya di dunia.
            Untuk mengembangkan atau menumbuhkan kemampuan dasar jasmaniah dan rohaniah tersebut, pendidikan merupakan sarana (alat) yang menentukan sampai di mana titik optimal kemampuan-kemampuan tersebut dapat dicapai.
            Namun proses pengembangan kemampuan manusia melalui pendidikan tidaklah menjamin akan terbentuknya watak dan bakat seseorang untuk menjadi baik menurut kehendak penciptaNya, mengingat Allah sendiri telah menggariskan bahwa di dalam diri manusia terdapat kecenderungan 2 arah yaitu ke arah perbuatan fasiq (menyimpang dari peraturan) dan ke arah ketaqwaan (mentaati peraturan/ perintah), seperti firman Allah dalam surat As-Syamsu : 7-10 berikut ini yang artinya :
“ ……. Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) ke fasikan dan ketaqwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwanya dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”

Keberadaan Manusia
                   Pada diri manusia terdapat perpaduan sifat yang berlawanan. Manusia adalah hadits, baru, dari sifat jasmiahnya dan azali dari roh Ilahiahnya. Oleh karena itu pada diri manusia terdapat sifat baik, yang menyerupai sifat Tuhan, dan terdapat sifat buruk. Ketika Allah menyaksikan kesombongan iblis, yaitu tidak mau sujud kepada Adam, dalam Qs. 38 (Shad) : 75 Allah menyatakan :
Allah berfirman : “Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?”.

                   Kedua tangan dalam ayat tersebut menurut Ibnu al-‘Arabi adalah nama atau sifat Tuhan yang berlawanan, baik nama aktif (al-asma’ al-fa’iliyah) maupun nama reseptif (al-asma’ al-qabiliyah). Nama aktif saling berlawanan seperti al-Anis (Yang Maha Ramah) berlawanan dengan al-Hayaa’ (Yang Pemalu).

Hakikat Manusia
                   Kehadiran manusia pertama tidak terlepas dari asal-usul kehidupan di alam semesta. Asal-usul manusia menurut ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari teori tentang sepsis baru yang berasal dari sepsis lain yang telah ada sebelumnya melalui proses evolusi. Teori evolusi yang diperkenalkan Darwin pada abad XIX telah menimbulkan perdebatan, terutama di kalangan Gereja dan ilmuwan yang berpaham teori kreasi khusus. Setelah teori itu diekstrapolasikan oleh para penganutnya sedemikan rupa, sehingga seolah-olah manusia berasal dari kera. Padahal Darwin tidak pernah mengemukakan hal tersebut, walaupun taksonomi manusia dan kera besar berada pada super family yang sama, yaitu hominoidae.
                   Darwin mengetengahkan banyak fakta yang tampaknya lebih berarti daripada pendahulunya. Darwin mengemukakan teori mengenai asal-usul sepsis melalui sarana seleksialam atau bertahannya ras-ras yang beruntung dalam memperjuangkan dan mempertahankan kehidupannya. Teori Darwin memuat dua aspek. Aspek pertama bersifat ilmiah, namun ketika diungkapkan dan dilaksanakan, ternyata aspek ilmiahnya sangat rapuh. Aspek kedua bersifat filosofis yang diberi penekanan oleh Darwin sangat kuat dan diungkapkan secara jelas. Teori evolusi tidaklah segalanya, bahkan Darwin sendiri menyadari seperti diungkapkannya :
“Tapi aku mempercayai seleksi alam, bukan karena aku dapat membuktikan, dalam setiap kasus, bahwa seleksi alam telah mengubah satu sepsis menjadi sepsis lainnya, tapi karena seleksi alam mengelompokkan dan menjelaskan dengan baik (menurut pendapatku) banyak fakta mengenai klasifikasi, embriologi, organ-organ elementer, pergantian dan distribusi geologis”.
                   Evolusi manusia menurut ahli paleontology dapat dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan tingkat evolusinya, yaitu :
a.         Tingkat manusia yang fosilnya ditemukan di Johanesburg, Afrika Selatan pada tahun 1924 yang dinamakan fosil Australopithecus.
b.        Tingkat manusia kera yang fosilnya ditemukan di Solo pada tahun 1891 yang disebut pithecanthropus erectus.
c.         Tingkat manusia purba, yaitu tahap yang lebih dekat kepada manusia modern yang sudah digolongkan genus yang sama, yaitu homo walaupun spesisnya dibedakan. Fosil jenis ini ditemukan di Neander, karena itu disebut homo Neanderthalensis dan kerabatnya ditemukan di Solo (Homo Soloensis).
d.        Tingkat manusia modern atau homo sapiens yang telah pandai berpikir, menggunakan otak dan nalarnya.
                   Mencari makna manusia dilakukan melalui ilmu pengetahuan. Para ahli mendefinisikannya sesuai dengan bidang kajian (obyek material) ilmu yang ditekuninya. Membicarakan tentang manusia dalam pandangan ilmu pengetahuan sangat tergantung pada metodologi yang dipergunakan dan terhadap filosofi yang mendasari. Para penganut teori psikoanalisis menyebut manusia sebagai homo volens (manusia berkeinginan). Menurut aliran ini, manusia adalah makhluk yang memiliki perilaku interaksi antara komponen biologis (Id), psikologis (ego) dan sosial (super ego). Di dalam diri manusia terdapat unsur animal (hewani), rasional (akal) dan moral (nilai).
                   Para penganut teori behaviorisme menyebut manusia sebagai homo mekanicus (manusia Mesin). Behavior lahir sebagai rekasi terhadap introspeksionisme (aliran yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan subyektif) dan psikoanalisis (aliran yang berbicara tentang bawah alam sadar yang tidak tampak). Behavior menganalisis perilaku yang tampak saja. Menurut aliran ini, segala tingkah laku manusia terbentuk sebagai hasil proses pembelajaran terhadap lingkungannya, tidak disebabkan aspek rasional dan emosionalnya.
                   Para penganut teori kognitif  menyebut manusia sebagai homo sapiens (manusia berpikir). Menurut aliran ini, manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungan, tetapi sebagai makhluk yang selalu berusaha memahami lingkungannya, makhluk yang selalu berfikir. Penganut teori kognitif mengecam pendapat yang cenderung menganggap pikiran itu tidak nyata karena tampak tidak mempengaruhi peristiwa. Pada hal berpikir, memutuskan, menyatakan, memahami dan sebagainya adalah fakta kehidupan manusia.
            Para penganut teori humanism menyebut manusia sebagai homo ludens (manusia beriman). Aliran ini mengecam aliran psikoanalisis dan behaviorisme, karena keduanya tidak menghormati manusia sebagai manusia. Keduanya tidak dapat menjelaskan aspek eksistensi manusia yang positif dan menentukan, seperti cinta, krealitivitas, nilai, makna dan pertumbuhan pribadi. Menurut humanism, manusia berperilaku untuk mempertahankan, mengingatkan dan mengaktualisasikan dirinya. Perdebatan mengenai siapa manusia di kalangan para ilmuan terus berlangsung dan tidak menemukan kesepakatan yang tuntas. Manusia tetap menjadi misteri yang besar dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan sampai sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar