Kepada siapakah aku
mengeluh? Ke pangkuan siapa aku menumpahkan air mata ini? Pintu rumah siapa
yang aku ketuk untuk meminta tolong?
Kalau padi di lumbung
tak bersisa; apakah aku akan mengetuk rumah para Artis dan bintang Film yang
uangnya berlebih dan Credit card-nya
bertumpuk-tumpuk? Kalau untuk memperoleh
pekerjaan..! Aku harus menyiapkan ratusan ribu atau sekian juta rupiah Uang terobosan;
apakah aku akan bertamu ke rumah-rumah eksekutif yang tinggal sekampung
denganku?
Nasibku di timpa gludug “rasionalisasi” bisakah aku lapor
kepada Pak President, Pak Gubernur, Pak Bupati, Pak Polisi, Pak Mentri, Pak Dewan,
Pak Camat, Pak RT, Pak RW, Pak Kades, Pak Lurah dan bapak-bapak lainnya yang
merupakan pengayom masyarakat?
Kalau rasa perih,
sakit dan dendam, menikam jantung ruhaniku, karena menghayati perbedaan-perbedaan
tingkat hidup yang mencolok, menghayati ketimpangan, kesenjangan dan
ketidakseimbangan. Siapakah yang bersedia mendengarkan keluhanku? Pak Dermawan?
Pak cendikiawan? Pak polisi? Pak Wakil Rakyat? Pak Profesional dan lain-lain?
Bolehkah aku
mendambakan bahwa Pak-Pak itu sesekali menanyakan kepadaku tentang apakah
hatiku sedang bersedih, apakah ada kesulitan dan problem yang tidak bisa di
atasi pasca BBM tidak jadi dinaikan? (apalagi benar-benar jadi dinaikan)
Kalau tidak, lantas
kepada siapa aku mengeluh? Siapa yang menjamin aku dan yang lainnya tidak
kelaparan? Siapa yang menemaniku menghabiskan waktu untuk sekedar
mempertahankan kehidupan?
Syukur Alhamdulillah
Allah menuntun mulutku untuk mengucapkan: “ Innamâ asykubatstsî wa huznî ilallâh” Tetapi bukankah Ia telah mewakilkan diri-nya
dan tugas-tugas itu kepada kita? Akankah kita perintahkan Allah agar mengurusi
soal kenaikan Harga BBM?
BBM naik tinggi susu tak terbeli orang pintar tarik subsidi anak kami kurang GIZI...