PRAWACANA
Islam adalah sebuah tatanan bangunan
kemanusiaan yang berdimensi ganda. Pertama, dimensi yang bersifat langit
(dimensi samawiyah) dan yang kedua dimensi yang akarnya menghujam
teguh di di dalam dan di atas bumi (dimensi ardiyah). Dimensi yang
pertama dan ke dua tidak bias dipisahlan datu dengan yang lainnya, ibarat
setali mata uang. Untuk menggapai dimensi yang pertama, maka terlebih dahulu
memulai langkah awal dimensi yang kedua dan bagaimana agar gerak langkah
dimensi ke dua ini tidak terjerat maupun terperangkap dalam dimensi samawiyah
yang sehingganya kita seringkali terperdaya oleh bius surgawi yang padahal
semua jenis kesenangan tidak akan bias diperoleh tanpa menginjakkan kaki dengan
cara yang baik dan benar sesuia dengan kaidah maupun tuntunan yang telah
digariskan Sang Khaliqnya dalam dimensi yang pertama.
Salah
satu bentuk riil di antara dunia dimensi tersebut saling terkait dan terpaut
erat bahwasannya Allah SWT. menurunkan peraturan dalam bentuk agama di muka
bumi ini tidak ada lain tujuannya hanya untuk menyelamatkan ummat manusia dari
kerusakan dan pertumpahan darah (QS. 2:30) dan menata kehidupan yang dinamis,
harmonis, sehingga manusia merasa betah dan nyaman unutk tinggal di dalamnya
(QS. 21:107).
Berbicara kontribusi pendidikan Islam
berarti tidak akan perlepas dari pembicaraan Islam sebagai sebuah agama yang
kita yakini kebenarannya. Agama bukan saja Islam merupakan sebuah kebutuhan
esensi bagi setiap kehidupan manusia dan agama inilah yang kelak sanggup bias
merubah wajah dunia (world views), khususnya yang berdimensi ontologis.
Oleh karenanya doktrin agama yang paling tegas dan bersifat fundamental bahwa
salah satu missi diciptakannya manusia di muka bumi ini adalah untuk menjadi
khalifah (mandataris) Allah di muka bumi dan setelahnya itu baru
Abdullah. Untuk menjadikan manusia sebagai khalifah maupun Abdullah, Allah
terlebih dahulu memberikan kayakinan melalui Kitab Suci-Nya mengenai norma dan
keyakinan dan nilai-nilai suci yang seharusnya dijadikan kerangka dasar bagi
semua aktivitas maupun langkah tindakan manusia itu sendiri. Banyak para ahli
futorolog seperti John Neisbit dan Toffler mengatakan bahwa abad ke 20
merupakan abad kebangkitan agama. Namun pertanyaan nya adalah kebangkitan agama
yang model apa atau bagaimana yang akan terjadi
pada masa depan jika ekelak agama yang digandrungi oleh ummat mansusia
tidak dibangaun di atas, norma-nirma kemanusiaan. Kaslau kita set beck ke
belakang sejak mansuai diciptalan agama dengan sendirinya ti bul dan bangkit
sealur dengan kebutuhan fitri manusia pertama pada saat itu. Inilah mungkin
yang kata Will Durant, seorang yang tidak pernah memperayai agama manapun yang
ada di dunia ini, mrngstsksn dalam bahasannya mengenaui sejarag dan agam,a:
“aga,a mempunyao seratsus jiwa. Segala sesuatu bila telah terbunuh, pada kali
pertama itupun ia sudah mati untu selama-lamanya, kecuali agama. Sekirantya ia
seratus kali di bunuh, ia akan muncul lagi dan akan kembali hidup setelahnya itu”.[1]
Oleh karenya sambung Durant bahwa agama
pada hakekatnya memiliki dua keistimewaan. Pertama, ia sendiri merupakan
kebutuhan fitri dan emosional manusia dan yang kedua merupakan satu-satunya sarana untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan fitri manusia yang tak sesuatupun dapat menggantikan
kedudukannya.
Bagi orang orientalis seperti Will
Durant di atas bahwa agama akan terbangu yuang disebbakan oleh tiga hal :
1. Agama terbangun karea produk rasa
takut. Rasa takut manusia dari alam, dari gelegarnya suara halilintar manakala
musim hujan dating yang dapat menggetrarkan dan sekaligus menggibdcang jiwa
manusia. Sebagai akibat dari adanya rasa yakut tersebut , mala ter;intaslah
agama dalam benak manusia;
2. Agama adalah produk kebodoan seoang
manusia. Keboidohan di sini disebabkan krena adanya rasa oputus asa yang ada
pada disiri seotang manusia manakala
menemukan berbagai macam feniomena alam dan pada saat yang bersamaan
belum bias ditemukan secatra scientific, ia lalu menisbahklan hal tersebut
[pada sesuatu hal yang bersifat metafisis.
3. Adanya pendambaan terhadap rasa keadlan
dan ketentraman. Secara naluriah tidak terkecuali manusia model manapun dan
berwearna kulit apapun tetap akan mendambakan yang namanya keaduilan dan rasa
ketentraman dalam menjalankan kehidupannya. Terkadang dari ke[picikan sebuah
pemikiran manusia menilai rasa keaduilan dan ketentraman dinilai dari sesuatu
yang hanya dapat membahagiakan dirinya semata, tapi manakala rasa kebhagiaan
itu dipandang tidak berpihaka kepadanya misalnya ketika sseseotan g mengalami
sakit, atau terjerat dalam sebuah permasalahan yang akan mengancam jiwanya,
pada saat yang sama dia pasti akan mencari seuatu yang dijadian sebagai dewa
penolong sehingga diharpkan kelak ia dapat terhiondar dari rasa ketakutkan yang
hendak emenimpa pada dirinya. Ini;ah yang setong dikatakan oleh para psikolog
agama sering dijadikan sebagai tempat pelarian bukan kebutuhan.
Sekilas pandangdari ketiga hipotesis
tersebuty di atas, peran agama dengan sendirnya akan menghilang manakala
kemajuan teknlogi manusia sudah berada pada ambang puncaknya. Utntuk itun
mereka menyeruka untuk segera menabuh gendering ilmu pengetahuan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dalam segala aspeknya.
Ketika pada masa awal Islam, suatu
lembaga pendidikan setingkat dengan Madrasah Ibitidaiyah/Sekolah Dasar
dinamakan Al-Kuttab, yaiutu sebuah institusi lembaga pendidkan Islam yang
programnya terfokus pad abaca-tulis Al-Qur’an dan sedikit dasar-dasar agama.
Selanjutnya pada masa dinasti Umayah (71-12 H/690-743 M), didirikanlah sebuah
Universitas islam pertama pada tahu \n 116 H oleh seorang Gubernur yang bernama
H. Abfdullah bin al-Habbab pada masa pemerintah Hisyam bin Abdul Malik, di saat
seorang Gubernur berkunjung ke Tunis atas perintah sang Khaliah, lalu ia
membangun mMasjid Jami’ dan pusat industry perkapalan, dan inilah yang elak
menjadi cikal bakal timbulnya Universitas Al-Zaituniyah. Dari Universitas
inilah lahir cikal bakal para pemikir Islam termasuk yang menjelaskan pemikiran
–pemikiran Iamam Malik, seperti halnya Ali bin Ziyad an seorang muridnya yang
bernama Sahnun yang kemudian menjadi seorang ulama besar tunis juga berguru dan
ditempa dalam perguruan tersebut.[2]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar